Si Kaya Dan Si Miskin Dalam Islam

Si Kaya Dan Si Miskin Dalam Islam

Tanpa sadar apa yang kita hamburkan itu termasuk kemubaziran

Terkadang, tanpa sadar kita sangat mudah 'membuang' sesuatu yang kita anggap tak berarti, padahal bisa sangat berguna bila kita berikan kepada orang lain. Misalnya, memecahkan banyak telur kepada teman yang berulang tahun, atau mencoret baju sekolah saat kelulusan.

Padahal, telur yang kita pecahkan akan lebih berguna bila diberikan kepada orang miskin dan baju sekolah yang dicoret-coret bisa kita berikan kepada mereka yang mau lanjut sekolah, tapi tak sanggup membeli seragam.

Nasib rakyat yang tak kunjung berubah

Uang rakyat terus mengalir ke pemerintahan, tapi nasib rakyat tak kunjung membaik. Nggak asing dengan fenomena seperti itu, kan?

Hidup dari harapan orang lain

Memberi janji dan harapan, kemudian menikmati jabatan tanpa peduli kondisi rakyat. Oh, Pejabat.

Masyarakat bawah yang bekerja, kalangan atas yang ambil enaknya

Yang tergolong masyarakat bawah itu adalah para pekerja atau buruh, juga masyarakat jelata yang kerja serabutan. Sementara mereka kalangan atas itu adalah para pemilik perusahaan dan pejabat negara. Sekarang, ketimpangan begitu dapat dilihat. Para pekerja dituntut kerja keras hingga lembur untuk mengejar target keuntungan perusahaan, padahal perusahaan memberikan fasilitas yang minim. Sama halnya dengan para pejabat negara yang digaji dari uang rakyat, tapi tak pernah terlihat hasil kerjanya untuk rakyat.

Sampah yang sangat berarti bagi kaum marjinal

Bagi kita mungkin berbagai sampah itu tak ada artinya, tapi bagi mereka yang termarjinalkan, sampah adalah sumber penghidupan.

Mereka yang berusaha kerja halal dan kita yang sering menolak

Seringkah kamu menolak mereka yang datang kepadamu dengan mengamen, membersihkan kaca mobil dengan kemoceng, atau enggan memberikan recehan kepada mereka yang mengatur jalanan. Ingatlah bila mereka berusaha untuk bekerja halal. Karena pekerjaan mereka jauh lebih baik daripada mencuri, merampok, atau memalak. Lagipula, bukan hal berat, 'kan memberikan mereka uang Rp 500?

Ironi kehidupan antara si kaya dan si miskin sebenarnya tampak begitu nyata di antara kita. Malah, bisa jadi kita merupakan salah satu dari 'si kaya' yang tak peka kepada mereka yang miskin. Apakah kamu sendiri menyaksikannya seperti 10 ilustrasi di atas?

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Beda tempat tinggal

Mereka yang miskin tinggal di kawasan yang dekat dengan tempat industri; air tercampur limbah, udara tercampur asap, dan tanah yang tak subur. Tapi mereka yang kaya tinggal di kawasan asri, jauh dari lokasi industri.

Tampak mirip, tapi nasib sangat berbalik

Ilustrasi di atas sebenarnya menyentil kita yang hampir tak peka dan lupa pada mereka. Kita hampir kehilangan empati kepada mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Seolah hidup mereka tak ada bedanya dengan orang-orang berkecukupan.

Bacaan 1: Yer 17:5-8Bacaan 2: 1Kor 15:12. 16-20Injil: Luk 6:17. 20-26

MEMBAHAS si miskin dan si kaya selalu menarik. Dunia pun terpolarisasi oleh hal ini, baik secara person maupun negara. Ada orang miskin dan negara miskin demikian juga sebaliknya.

Dalam Alkitab, ada beberapa perikop yang membahas tentang hal ini. Misalnya, Lukas 6: 17-26 dan Matius 5:1-12.

Permenunganku dari kedua perikop ini ada dua:

Maka saya ingin merenungkan secara total. Baik miskin secara rohani maupun materi. Baik miskin secara rohani maupun materi.

“Miskin” untuk menggambarkan ketidakberdayaan seseorang.

Tidak ada orang miskin punya kuasa. Dalam kelemahannya, ia lebih mudah untuk berserah diri kepada yang berkuasa, yaitu Allah.

Dibandingkan dengan si kaya, yang lebih cenderung sombong dan merasa bisa melakukan apapun dengan kekayaannya. Bahkan mungkin ia mampu melupakan Tuhan yang telah memberinya kekayaan.

Menjadi kaya tentu saja tidak salah, namun bagaimana mengelola kekayaan itu yang lebih penting.

Ada empat penghiburan bagi orang lemah dalam perikop ini:

Dalam kelemahannya, ia lebih mudah menerima iman dibanding mereka yang memiliki kekuatan (kekayaan). Lebih mudah percaya, lalu menyerahkan dirinya secara total dan terakhir taat dalam melaksanakan kehendak-Nya.

Hal ini, secara tegas telah difirmankan Allah jauh hari dalam Yeremia:

“Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN… Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN.”

Dalam pengajarannya kepada jemaat Korintus, Paulus mendapatkan pertentangan tentang ajaran “Kebangkitan Badan”.

Korintus masih dalam pengaruh Yunani, termasuk dalam iman. Ada kelompok yang menolak ajaran kebangkitan, termasuk jemaat Korintus.

Mereka dibaptis, mengaku mengimani Kristus, namun menolak ajaran kebangkitan yang merupakan puncak iman dalam keselamatan.

Paulus meyakini bahwa:

“Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.”

Jemaat Korintus banyak terdiri orang-orang kaya, namun sepertinya masih miskin dalam iman.

Kekayaan adalah berkat dari Tuhan, dan tidak salah menjadi kaya. Namun jangan sombong merasa paling kuat.

“Jadilah seperti lilin, yang tidak pernah menyesal saat nyala api membakarmu. Tetaplah pakai maskermu dan jaga jarakmu.”

Di antara perbedaan yang sangat menonjol antara ajaran Islam dengan selainnya adalah cara Islam menilai kedudukan seorang manusia. Manusia yang tidak memahami hakikat Allah dan dirinya akan menilai derajat orang lain sebatas pada kekayaan yang dimilikinya. Tetapi, Islam sama sekali tidak memandang manusia pada atribut dhohirnya. Oleh karena itu, keadilan, kesamaan hak di hadapan hukum dan seluruh bidang kehidupan antara orang miskin dan orang kaya, pejabat dan rakyat, semuanya sama.

Islam telah mengatur semua aspek kehidupan salah satunya bagi seorang muslim untuk menunaikan kewajibanya yakni mengeluarkan Zakat Fitrah, Infak maupun Sedekah serta juga memerintahkan kepada orang kaya atau orang yang memiliki kelebihan harta untuk mengeluarkan Zakat harta seperti zakat penghasilan, zakat profesi dan juga zakat dari harta yang di simpan jika sudah memenuhi hisab dan haulnya.

Karena berzakat termasuk salah satu rukun Islam setelah Syahadat, Sholat, dan puasa. Hal ini telah diketahui bersama sebagaimana ditegaskan oleh sabda Rasul dalam hadits yang artinya: “Islam dibangun diatas lima hal: Kesaksian kesungguhan tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, Melaksanakan Sholat, Membayar zakat, Haji dan Puasa Ramadhan.” (HR Bukhari Muslim).

Hanya dengan cara pandang agama, manusia akan percaya bahwa sesungguhnya kekayaan tidak selalu berwujud harta benda. Kekayaan yang sebenarnya tidak selalu diukur dengan besarnya angka-angka materi. Keluasan hati saat seorang hamba mampu menekan hawa nafsunya, bersikap menerima dan mensyukuri apa yang ada justru Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam nyatakan sebagai kekayaan yang sebenarnya. Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Kekayaan bukanlah banyak harta benda, akan tetapi kekayaan adalah kekayaan hati.” (Hadis riwayat Bukhari Muslim).

Oleh karena itu kekayaan sesungguhnya adalah kekayaan jiwa. Orang yang merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak terlalu berambisi untuk menambah hartanya dan terus-menerus mencarinya, maka berarti ia orang yang kaya. Pada hakikatnya orang kaya adalah orang yang senantiasa berbagai kepada sesama serta member kepada mereka yang membutuhkan dimana dalam sebahagian harta yang kita miliki merupakan hak atas orang lain sehingga Islam menganjurkan bagi ummat muslim yang berkelebihan harta untuk mengeluarkan Zakatnya 2,5%, Infak maupun sedekah yang dapat disalurkan melalui Lembaga-lembaga Amil Zakat Infak Sedekah seperti Lazis Muhammadiyah, Dompet Dhuafa, BAZNAS dan lain-lain yang telah mendapat Izin dari Pemerintah.         Miskin Dalam Islam

Mendengar kata miskin semua orang pasti akan beranggapan sama bahwa kemiskinan adalah status sosial yang tidak diinginkan oleh setiap masyarakat, kemiskinan menjadi momok menakutkan bagi setiap manusia hidup karena takut akan tidak terpenuhinya segala macam kebutuhan dalam hidupnya.   Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2019 mencapai 25,14 juta jiwa atau sekitar 9,82% dari total penduduk. Hal ini merupakan PR buat pemerintah untuk terus berupaya menurunkan angka kemiskinan tersebut.

Betapa hebat dan indahnya ajaran Islam. Sejauh mereka umat Islam yang benar-benar teguh imannya, kemiskinan tidak akan membawa mereka pada perilaku hina dengan meminta-minta kepada manusia.

Kemiskinan dalam Islam bukanlah hal hina. Oleh karena itu, mari kuatkan kepedulian kita terhadap sesama, terutama terhadap hamba-hamba Allah yang diuji dengan kemiskinan. Kita jangan sampai tertipu merasa diri lebih disayang Allah hanya karena segala benda kita punya. Andai pun itu ada dalam genggaman kita, membantu mereka adalah langkah cerdas untuk selamat dunia-akhirat. Karena Kemiskinan dan kekayaan hanyalah ujian. Kaya atau miskin bukan urusan mulia atau hina. Kekayaan bisa berarti siksaan, sedangkan kemiskinan bisa jadi karunia.

Dan, termasuk pendusta agama adalah orang yang tidak memberikan perhatian kepada orang-orang miskin. Padahal, di dalam diri orang miskin ada berkah yang sangat besar bila kita ingin berbagi kebahagiaan dengan mereka. Dan, perlu dicatat, doa orang-orang miskin yang terzalimi sangat makbul; ampuh dan dijawab langsung oleh Allah Ta’ala. Seperti yangh disebutkan dalam Al-Qur’an “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?  Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (QS. Al-Ma’un [107]:

Amil Zakat adalah orang yang mendapatkan tugas dari negara, Organisasi, Lembaga atau Yayasan untuk mengurusi zakat. Dalam hal ini yang dikatakan Amil ialah mereka yang keseharianya bekerja hanya fokus dalam menghimpun dana Zakat, Infak dan Sedekah baik di lembaga yang dibentuk oleh Negara maupun Organisasi seperti BAZNAS, Lazis Muhammadiyah, Dompet Dhuafa dan lain-lain.

Amil juga tertera dalam Al-Qur’an pada surah At-Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang orang-orang yang berhak menerima Zakat yaitu:fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan.

Lembaga Amil Zakat yang terdaftar di Kementerian Agama antara lain: BAZNAS, Lazis Muhammadiyah, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat dll yang merupakan lembaga resmi yang telah memiliki izin untuk mengelola dana Zakat, Infak dan Sedekah dari Masyarakat. Para pekerja dilembaga tersebut itulah yang dikatakan Amil beda halnya dengan Panitia Zakat dalam pengumpulan Zakat Fitrah karena bukan menjadi fokus kesehariannya dalam mengumpulakan Zakat.

Dalam hal ini tugas utama seorang amil zakat yakni menjadi penghubung antara orang yang berkelebihan harta dengan orang yang kekurangan harta yang dihimpun baik berupa Zakat, Infak dan Sedekah yang kemudian disalurkan kembali kepada mereka yang membutuhkan sesuai dengan dalil Al-Qur’an dalam surah At-Taubah ayat 60 salah satunya Fakir dan Miskin dalam bentuk program-program pemberdayaan maupun bantuan secara tunai.

Aspek penyaluran zakat memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan Zakat Nasional. Di satu sisi, penyaluran zakat merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan para mustahik (Miskin). Sementara di sisi lain, program-program penyaluran zakat akan memengaruhi persepsi dan kepercayaan publik mengenai pengelolaan zakat, apakah tepat sasaran atau tidak. Wajah pengelolaan zakat akan sangat dipengaruhi oleh kinerja penyaluran zakat yang dilakukan oleh lembaga zakat resmi, baik BAZNAS, Lazis Muhammadiyah, Dompet Dhuafa maupun LAZ (Lembaga Amil Zakat) lainya.

Dalam hal ini seorang Amil Zakat yang dibawah naungan Lembaga Resmi biasanya dalam penyaluran Zakat  terbagai menjadi dua yaitu Pendistribusian dan pendayagunaan. Pendistribusian adalah kegiatan penyaluran zakat yang bersifat konsumtif, karitatif, dan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan mendesak mustahik pada jangka pendek. Adapun pendayagunaan adalah kegiatan penyaluran zakat yang bersifat produktif, memberdayakan, dan berupaya mengoptimalkan potensi yang dimiliki mustahik sehingga mereka memiliki daya tahan yang baik pada jangka panjang. Baik pendistribusian maupun pendayagunaan, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.

Oleh karena itu dengan adanya Amil Zakat yang profesioanal dibawah Lembaga yang diakui pemerintah yang fungsi utamanya menghimpun Zakat, Infak dan Sedekah dari orang kaya yang kemudian disalurkan kepada orang miskin dengan tujuan dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau dapat memberdayakan orang miskin yang dibina dalam program seperti UKM, Bantuan Modal Usaha dll sehingga mustahik/Orang miskin memiliki tambahan penghasilan yang tentunya dapat meringankan beban kehidupanya. (Penulis adalah Sekretaris Prodi Manajemen Bisnis Syariah FAI UMSU/Ketua Umum IKA FAI UMSU/Wakil Ketua PDPM Kota Medan)

“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain.” (QS. Al-zukhruf: 32)

Sesungguhnya banyaknya harta dan keturunan bukan ukuran kebenaran. Harta dan kekayaan bukan yang akan mendekatkan diri mereka kepada Allah dan menyebabkan masuk surga. Sesungguhnya yang bisa menjadikan mereka dekat dengan Allah, dimasukkan ke surga dan diselamatkan dari nereka, adalah iman dan amal shalih. Allah swt berfirman:

وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلَّا مَنْ آَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ لَهُمْ جَزَاءُ الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ آَمِنُونَ

“Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).” (QS.Saba’: 37) Sesungguhnya kaya-miskin merupakan ketentuan Allah. Dia melapangkan rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Begitu juga sebaliknya, menyempitkan rizki dan membatasinya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia sengaja membuat perbedaan itu dengan hikmah yang Dia ketahui. Allah Ta’ala berfirman,

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ

“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS. Al-An’am: 165) Dan firmanNya:

نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا

“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain.” (QS. Al-zukhruf: 32) Ibnu Hazm al-Andulisy dalam kitabnya, al-Ushul wa al-Furu’ (1/108) menyinggung tentang kaya dan miskin, mana yang lebih utama?. Menurut beliau, bahwa kaya dan miskin tidak menentukan kemuliaan. Kemuliaan orang kaya dan orang miskin ditentukan oleh amal mereka. Jika amal keduanya sama, maka kemuliaannya pun juga sama. Jika yang kaya lebih banyak beramalnya, maka ia lebih mulia dari orang miskin, begitu juga sebaliknya. Kemudian beliau menjelaskan tentang hadits tentang orang-orang fakir 40 tahun lebih dulu masuk surga dibandingkan dengan orang kaya, bahwa secara umum para fuqara’ muhajirin lebih dahulu masuk surga daripada orang kaya mereka. Karena orang-orang miskin muhajirin lebih banyak amal shalihnya dibandingkan dengan orang kaya mereka. Memang benar, dengan menjadi kaya kita bisa berperan lebih untuk dien ini dan bisa menjalankan syariatnya dengan lebih lengkap dan sempurna. Dengannya, kita bisa mendapat limpahan pahala yang tak bisa diraih oleh orang-orang fakir dan miskin. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengadukan kemiskinannya. Mereka berkata, “Orang-orang kaya pergi dengan membawa kedudukan yang tinggi dan kenikmatan abadi. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa melaksanakan haji, umrah, berjihad, dan bershadaqah.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu yang dengannya kalian bisa menyusul orang yang telah mendahului kalian dan jauh meninggalkan orang yang datang sesudah kalian. Tak seorangpun yang lebih mulia dari kalian kecuali ia melakukan seperti yang kalian lakukan?” Mereka menjawab, “Mau, wahai Rasulallah.” Beliau bersabda, “Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir  tiga pulah tiga kali setiap selesai shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan, “Kaum Fuqara’ Muhajirin datang kembali kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka berkata, ‘Saudara-saudara kami yang kaya mendengar apa yang telah kami kerjakan, lalu mereka juga melakukan amalan serupa?’.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca firman Allah,

ذَلِكَ فَضْلُ الله يُؤتِيهِ مَنْ يَشَاءُ

“Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.” (HR. Bukhari dan Muslim) Namun di sisi lain, banyak ayat yang menyebutkan tentang bahaya dunia. Banyak orang yang tergelincir karenanya. Oleh sebab itu Allah sering sekali mengingatkan agar jangan sampai terpedaya dengannya.

فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ

“Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah.” (QS. Luqman: 33) Imam al-Bukhari dalam Shahihnya membuat bab “Al-Muktsiruun Hum al-Muqilluun” (Orang-orang yang banyak harta adalah mereka yang akan miskin pahala pada hari kiamat). Lalu beliau menyebutkan firman Allah Ta’ala,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?” (QS. Huud: 15-16) Lalu disebutkan sebuah hadits dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,

إِنَّ الْمُكْثِرِينَ هُمْ الْمُقِلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ خَيْرًا فَنَفَحَ فِيهِ يَمِينَهُ وَشِمَالَهُ وَبَيْنَ يَدَيْهِ وَوَرَاءَهُ وَعَمِلَ فِيهِ خَيْرًا

“Sesungguhnya orang yang banyak harta adalah yang miskin pahala pada hari kiamat kecuali orang yang Allah berikan kebaikan (harta) lalu ia membagikannya ke kanan, kiri, ke arah depan dan belakangnya, serta berbuat yang baik dengannya.” (HR. Bukhari dan Musim) hanya saja orang seperti ini jumlahnya sedikit. Menurut Abi Dzar, maksud banyak harta dan miskin pahala akhirat berlaku bagi orang yang memiliki banyak harta namun tidak menjalankan pengecualian yang disebutkan sesudahnya, yaitu infaq. (Lihat: Fathul Baari: 11/299) Maka siapa yang kaya lalu dia gemar berinfak, maka kaya lebih baik daripada miskin. Sebaliknya, siapa yang kalau kaya menjadi pelit dan bakhil, maka miskin lebih baik daripada kaya. (Disarikan dari perkataan al-Qadhi ‘Iyadh yang dinukil dalam Fathul Baari: 11/305) Maka siapa yang kaya lalu dia gemar berinfak, maka kaya lebih baik daripada miskin. Sebaliknya, siapa yang kalau kaya menjadi pelit dan bakhil, maka miskin lebih baik daripada kaya. Dan berinfak ini lebih utama dikeluarkan dalam kondisi sehat, memiliki banyak rencana, berharap hidup lebih lama, berangan-angan jadi hartawan, dan takut miskin. Bahkan berinfak dalam keadaan ini lebih utama daripada saat mendekati ajal. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang shadaqah yang paling besar pahalanya. Lalu beliau menjawab,

أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى

“Yaitu engkau bershadaqah (infak) pada saat sehat, kikir, takut miskin, dan kamu berangan-angan untuk menjadi hartawan yang kaya raya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Namun, kebanyakan orang kaya bakhil mengeluarkan hartanya saat dia sehat dan takut miskin. Maka siapa yang melawan syetannya dan lebih mengutamakan kehidupan akhriat, yaitu dengan tetap berinfak, sungguh dia akan beruntung. Sebaliknya, siapa yang bakhil sehingga enggan berinfak, tidak mengeluarkan zakat, tidak menunaikan wasiat, menutup mata dari orang susah dan peminta-minta, maka ia akan sengsara dan miskin pahala saat harta dan kekayaan tidak lagi berguna. Kebanyakan orang kaya bakhil mengeluarkan hartanya saat dia sehat dan takut miskin. Maka siapa yang melawan syetannya dan lebih mengutamakan kehidupan akhriat, yaitu dengan tetap berinfak, sungguh dia akan beruntung. Penutup Sebenarnya dengan kaya kita bisa meraih pahala yang lebih banyak. Bahkan dengan kekayaan, kita bisa menyokong dan menegakkan perjuangan. Contoh nyatanya, Ustman bin Affan mendapat jaminan surga dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melalui harta yang dimilikinya. Yaitu saat dia mewaqafkan sumur Rumah dan menginfakkan 300 ekor unta dan seribu Dinar pada perang Khandak. (HR. Bukhari, Bab: Manqib Utsman bin Affan) Masih riwayat lain, bahwa orang yang meninfakkan dengan sepasang hartanya dipersilahkan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki. Setiap penjaga pintu surga memanggil dan memprsilahkan ia masuk dari pintu tersebut. (HR. Bukhari dan Muslim) Maka berusahalah untuk mencari karunia Allah dari harta benda dengan sungguh-sungguh agar bisa beramal lebih banyak dalam Islam. Hanya saja kalau kaya jangan sampai tertipu dengan hartanya sehingga berbangga diri dan sombong, lupa akhirat dan pelit berinfak. Maka kalau begitu, kaya adalah buruk baginya. Dan kebanyakan orang kaya seperti ini. “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang berterima kasih.” (QS.Saba’: 13) ‘Ala Kulli hal, kaya atau miskin bukan ukuran baik dan mulia. Kemuliaan ditentukan oleh iman dan takwa, yaitu dengan bersyukur saat menjadi kaya dan bersabar saat diuji miskin. Wallahu A’lam. Referensi:

Judul dalam bahasa Kulisusu: Raja te La Misi-misikini

Diceritakan oleh: Wa Ode Samiyra

Pada suatu hari si raja pergi berkunjung ke rumah si Miskin dengan maksud dan tujuan hendak mengadakan perundingan dengan Si Miskin. Setibanya di rumah si Miskin itu, si Miskin terkejut dan berkata pada raja, “Wahai raja yang datang, mengapakah tuan di sini?” Raja menjawab padanya, “Hai, Miskin, janganlah engkau takut, saya ini datang padamu dengan maksud yang baik sekali.” Si Miskin bertanya, “Apakah maksud tuan yang baik itu?” Kemudian raja berkata pada si Miskin, “Saya ini ada maksud mengadakan perjanjian dengan engkau jika engkau mau.” Si Miskin bertanya pula, “Perjanjian mengenai apakah itu?” “Begini hai Miskin, kalau seandainya sebentar anak kita lahir kita kawinkan mereka. Kalau anakmu adalah laki-laki dan anak saya perempuan kita kawinkan mereka, demikian juga sebaliknya.” Perjanjian itu dimufakati bersama dengan ikhlas. “Tetapti kalau sebentar sama-sama perempuan kita persahabatkan mereka, dan kalau sama-sama laki-laki kita pertemankan mereka.”

Tidak lama kemudian lahirlah anaknya si Miskin dan kebetulan adalah anak laki-laki. Mendengarkan itu si raja berdoa, mudah-mudahan sebentar kalau ia lahir adalah anak perempuan. Tetapi rupanya doa si Raja itu terkabul. Pada suatu ketika lahirlah anaknya yaitu anak perempuan. Si Raja jadi gembira bukan kepalang. Anaknya si Miskin tersebut dinamainya si Miskin juga, sedangkan anaknya si Raja tadi dinamainya Sitti Maria.

Setelah beberapa lama kemudian si Miskin dan Sitti Maria sudah menjadi agak besar, mereka berteman bermain-main. Pada saat itu Sitti Maria sangat senang berteman dengan si Miskin demikian pula sebaliknya, si Miskin tidak senang kalau ia tidak berteman dengan Sitti Maria tersebut.

Tiada lama mereka semakin besar, Sitti Maria sudah akan dimasukkan sekolah oleh ayahnya. Mulai saat itu ia menyampaikan pada ibunya bahwa Sitti Maria sudah akan masuk sekolah, dan si Miskin menyampaikan pula pada ibunya bahwa is sudah ingin masuk sekolah bersama-sama dengan Sitti Maria. Mendengarkan permintaan anaknya itu ibu si Miskin berkata padanya, “Bagaimanakah engkau bisa masuk sekolah sedangkan kita ini adalah orang yang paling miskin di sini dan pakaianmu tidak ada. Sedangkan Sitti Maria itu anaknya Raja yang sangat kaya.”

Lalu si Miskin menyuruh ibunya untuk menjahitkan sarungnya menjadi celana dan baju. Kata si Miskin, “Jahitkanlah sarungku ini untuk baju dan celanaku, biarlah saya tidak memakai sarung bila saya tidur asalkan saya bisa bersekolah bersama-sama dengan Sitti Maria.” Ibunya mengikuti kemauan anaknya dan diambillah sarungnya untuk dijahit menjadi baju dan celananya. Sedangkan Sitti Maria saat itu sudah lama masuk sekolah. Setelah pakaiannya selesai masuklah si Miskin bersekolah dengan Sitti Maria, dan mereka berkawan dengan penuh kasih sayang antara keduanya. Sitti Maria kadang-kadang memberinya segala apa yang dibutuhkan oleh Si Miskin.

Pada suatu ketika Raja pergi ke rumah si Miskin dan diliahtnya si Miskin tersebut sedang tidur tanpa memakai sarung lagi. Maka berkatalah ia kepada ibu si Miskin, “Mengapa ia tidur tidak memakai sarung?” Ibunya menjawab, “Ia tidak punya sarung lagi karena telah dijadikan baju dan celana agar ia bisa masuk sekolah bersama-sama dengan Sitti Maria.” Mendengar keterangan ibu si Miskin tersebut, Raja merasa sedih dan kasihan terhadap s Miskin itu, karena is tahu bahwa si Miskin adalah calon anak menantunya. Kemudian Raja memberikan beberapa potong pakaian untuk si Miskin. Antara Raja dan ibunya si Miskin terjalin hubungan yang erat, karena dahulu mereka telah mengadakan suatu perjanjian akan mengawinkan anak mereka. Kemudian raja kembali ke rumahnya.

Begitulah seterusnya antara si Miskin dan si Sitti Maria mereka berkawan dan bergaul dengan intimnya dan kian lama mereka menjadi besar dan menjadi remaja. Mereka saling menyayangi dan saling menaruh hati sesama mereka, akhirnya mereka saling mencintai. Jalan tercapai maksud kedua orang tua mereka mulai terbuka. Antara mereka sering pergi berjalan berdua-duaan, saling kunjung-mengunjungi. Kedua orang tua mereka sangat senan melihat anak mreka berteman dengan baik dan saling mengasihani.

Pada suatu waktu di saat si Miskin dan Sitti Maria sedang menjalin hubungan yang mesra, datanglah seorang kapten kapal dengan kapalnya yang megah. Kapten tersebut mendarat di negeri itu dan berjalan-jalan menyaksikan keindahan dalam kampung itu. Dan kebetulan ia meliaht seorang gadis yang amat cantik sekali. Gadis itu adalah Sitti Maria, anak raja negeri itu. Kapten itu mulai jatuh cinta kepadanya dan berusaha agar ia dapat merebutnya. Karena kecintaannya itu, kadang-kadang ia merasa kecewa dan sakit hati bila ia melihat Sitti Maria dan Si Miskin sedang berjalan-jalan berduaan di mana saja. Kapten itu makan hati terhadap mereka.

Sementara itu Sitti Maria ingin memiliki kapal yang besar seperti kapalnya kapten tersebut. Keinginannya itu disampaikannya kepada ayahnya dan dikabulkan. Maka dipanggillah Kapten kapal tadi untuk disuruh membuatkan kapal untuk anaknya. Kapten kapal itu sangat gembira ketika mendapat panggilan dari Raja, karena anaknya sementara ia cinta. Berangkatlah Kapten itu menghadap kepada Raja.

Waktu di rumah raja dilihatnya Sitti Maria lalu lalang di mukanya, jantung hatinya berdebar-debar bukan kepalang, sehingga ia jadi gelisah pula. Pembicaraan tentang pembuatan kapal dimufakati bersama. Keesokan harinya kapten tersebut mulai membuat kapal di tempat pembuaan kapal yang telah disiapkan.

Di saat kapten sedang bekerja si Miskin dan Sitti Maria selalu pergi melihatnya sambil memperlihatkan diri mereka kepada kapten itu dengan percakapan yang serius di antara mereka. Hal in membuat Kapten itu tidak merasa senang makan hati dan mulai iri hati kepada si Miskin, karena ia mulai tahu bahwa antara Siti Maria dan SI Miskin itu mereka sementara bercinta-cintaan. Sedangkan Kapten itu tahu, bahwa pemuda yang mencintai Sitti Maria itu adalah pemuda miskin, dan ia tahu bahwa dirinya adalah kaya raya. Demikianlah sikap antara Sitti Maria dan si Miskin itu kepada kapten tersebut, yang seolah-olah mereka sedang mengolok-oloknya.

Namun demikian karena besarnya keinginannya kepada anak raja tersebut, maka ia selalu berusaha untuk bisa mempengaruhinya. Bila ia sudah bekerja dan istirahat digunakannya waktunya dengan sebaik-baiknya untuk pergi ke rumah ayahnya untuk dapat mendekatan sambil mengemukakan maksud itu kepada raja.

Tidak lama kemudian kapal yang dibuatnya selesailah. Dan Kapten tersebut ingin kembali ke negerinya dengan maksud untuk menyampaikan kepada sang Raja dan seluruh keluarganya bahwa ia akan mengawini seorang putri raja di negeri yang telah didatanginya tadi. Dan ia hendak mengambil segala perlengkapan perkawinannya, yang walaupun sesungguhnya belumlah terlalu pasti ia akan diterima.

Pada saat itu si Miskin ingin sekali untuk mengunjungi dan melihat negeri yang ramai, dan ingin mengikuti Kapten kapal tersebut bila ia berangkat. Maka berangkatlah kapten tersebut dengan mengendarai kapal yang telah dibuatnya tadi (kapalnya Sitti Maria).

Lalu si Miskin pergi meminta ijin kepada raja serta ibu Sitti Maria agar ia diluaskan untuk berangkat bersama Kapten kapal tersebut. Raja dan ibu Sitti Maria tidak meluaskannya, karena khawatir jangan sampai dibunuh oleh Kapten kapal, sebab Kapten kapal itu menaruh dendam kepadanya. Si Miskin tetap bertahan ia harus berangkat, dan akhirnya diluaskan untuk berangkat.

Sebelum ia berangkat ia memberikan sehelai benang merah pekada itu Sitti Maria seraya berkata, “Simpanlah benang ini, kalau seandinya benang ini sudah berubah menjadi warna putih berarti saya sudah mati dan kalau masih tetap merah berarti saya masih tetap hidup.”

Kemudian ibu Sitti Maria memberinaya tujuh butir beras dan berkata pula kepada si Miskin itu, “Ambillah beras ini dan simpanlah baik-baik, jangan engkau buang, sebagai ajimatmu.”

Setelah mereka berunding dan kapal yang akan ditumpanginya sudah akan berangkat, maka berangkatlah si Miskin dengan diantar oleh si Raja dan inbunya Sitti Maria serta Sitti Maria sendiri sambil bersalam-salaman.

Di tengah perjalanan di sat si Miskin dedang tidur, Kapten kapal tersebut mendekati si Miskin dengan maksud dan tujuan hendak membuangnya ke laut. Tatkala Kapten tersebut hendak mengangkatnya, terbangunlah ia dan Kapten kapal itu lari. Di saat lain Kapten kapal itu menghampiri lagi si Miskin pada tengah malam sewaktu ia sedang tidur dengan nyenyaknya, dan secara cepat ia mengangkatnya dan membuangnya ke laut. Kemudian kapalnya dilajukan secepat-cepatnya, maka jatuhlah ia ke laut.

Kapten kapal itu terus melaju, dan si Miskin ditinggalkan saja terampung di laut, berenang ke sana ke sini mencari keselamatannya. Tidak lama kemudian ia melihat sebuah kapal putih dari jauh yang seolah-olah sedang menuju kepadanya, dan mulai saat itu merasa gembira karena ia merasa sudah akan hidup. Beberapa lama kemudian tibalah kapal yang diduganya tadi, tetapi setelah tiba bukanlah kapal hanyalah seekor babi putih yang amat besar. Lalu babi itu berkata, “Mengapa engkau berada di sini hai si Miskin?” Si Miskin menjawab, “Begini ceriteranya sehingga saya berada di sini. Saya ini hendak pergi ke suatu negeri yang ramai, saya ingin melihatnya. Tetapi di tengah perjalanan saya dibuang oleh Kapten kapal pada waktu tengah malam tatkala saya tidur nyenyak. Kemudian kapal itu meninggalkan saya di sini.”

Mendengar keterangan itu, babi tersebut menanya lagi, “Jadi kalau begitu sekarang kau mau kemana? A;akah engkau akan kembali ke negerimu ataukah akan meneruskan ke tujuanmu?” Si Miskin menjawab, “Saya akan meneruskan perjalananku ke negeri yang ramai, karena saya ingin melihatnya.”

Lalu babi putih itu mengatakan kepadanya, “Kalau begitu janganlah engkau takut, saya bisa menolongmu.” Babi tu meyuruh si Miskin untuk bertengger di punggungnya, guna di selamkannya ke dasar laut. Si Miskin naik bertengger di punggung babi tersebut lalu dibawa ke negeri tujuannya. Hanya beberapa saat saja sampailah mereka di sana mendarat di pinggir pantai. Setelah itu babi putih itumenyuruhnya untuk memotong segumpal dagingnya. Diambilnyalah dagingnya. Lalu berkatalah babi itu kepada si Miskin, “Kalau seandainya sebentar engkau mendapat kesulitan maka bakarlah daging itu, pasti saya akan datang.” Dan pergilah babi itu.

Di tepi pantai itu diliahtnya ada seorang yang sedang membuat kapal, dan ia bertanya, “Mengapakah di negeri ini tidak ramai, sedangkan saya mendengar berita negeri ini adalah negeri yang ramai?” Kemudian orang tersebut mejelaskan padanya, “Begini hai anak, negeri ini tidak ramai karena sekarang ini anak raja sedang sakit keras. Semua dokter, dukun dan mantri tidak dapat menyembuhkannya. Dan sekarang mereka sudah berada dalam penjara. Si Raja sudah tidak percaya lagi kepada mereka, mereka itu adalah pembohong. Mereka itu tidak bisa keluar kalau puteri raja belum sembuh.”

Mendengar keterangan itu si Miskin berkata, “Orang-orang itu sudah akan selamat, dan pasti mereka akan keluar dari penjara. Karena saya bisa menyembuhkan penyakit anak raja itu.”

Setelah orang itu mendengar pernyataannya, lalu orang itu menyampaikan bahwa ia telah mendengar pengumuman dari Raja, bahwa barang siapa yang dapat menyembuhkan penyakit anaknya ia akan mengawinkannya dengan orang tersebut. Si Miskin berkata lagi, “Saya bisa menyembuhkannya. Pergilah sampaikan pada raja itu bahwa saya bersedia untuk mengobatinya.” Maka orang tersebut pergi menyampaikan pada raja bahwa ada seorang anak yang asalnya tidak diketahui, menyatakan kesanggupannya untuk mengobatinya.

Sampai di sana ia menghadap pada raja dan menyampaikan bahwa ada orang yang akan dapat menyembuhkan anaknya. Raja bertanya, “Di mana anak it? Pergilah panggil dia dan suruh menghadap pada saya.” Orang yang melaporkan itu kembali menemui si Miskin agar ia pergi menghadap pada raja. Datanglah mereka dengan mengendarai sebuah mobil dan baru mulai pada saat itu Miskin itu melihat mobil yang jalan di negeri itu.

Orang-orang yang datang mengunjuni si Miskin tiba padanya, lalu memanggilnya untuk menghadap pada raja. Si Miskin menjawab, “Pergilah dulu ke rumah raja nanti saya akan menyusul,” dan ia minta sebuah korek api dan orang tadi pun kembali.

Pada saat mereka kembali si Miskin mulai membakar daging babi yang diambilnya tadi, maka terciumlah baunya oleh babi putih yang telah pergi tadi, segeralah ia datang kepada si Miskin tadi. Kemudian babi itu bertanya kepada si Miskin, “Apakah yang engkau susahkan sekarang?” Si Miskin menjawab, “Tadi saya sudah mengaku bahwa saya akan bisa menyembuhkan anak raja yang sedang sakit. Orang-orang yang mengobatinya semuanya sudah berada dalam penjara karena tidak dapat menyembuhkannya.”

Kemudian babi itu menyuruhnya lagi untuk mengambil dagingnya untuk dijadikan sebagai obatnya. Babi itu berkata lagi, “Bila engkau akan mengobatinya maka gosokkanlah daging ini di mana saja badannya yang sakit, pasti ia akan sembuh.” Sesudah memberikan caranya itu, babi itu segera pergi kembali.

Tidak lagi kemudian datanglah orang-orang tadi memanggilnya agar ia segera pergi mengobati anak raja. Sementara itu mereka terlebih dahulu memberikan pakaian kepadanya karena pakaiannya sobek-sobek semuanya. Si Miskin mengambil dan memakainya. Lalu mereka berangkat ke rumah raja. Setibanya di rumah raja ia disambut oleh raja dengan serius. Si Miskin yang hendak mengobatinya itu dipersilahkan oleh raja untuk mengobatinya. Tetapi ia tidak berani kalau ia hanya sendirian. Putri raja yang sakit tadi berada di dalam kelambu yang tebalnya tujuh lapis. Raja berkata, “Tidak usahlah engkau takut, bila ia sembuh ia akan menjadi isterinya.”

Maka masuklah si Miskin mengobatinya. Dilihatnya Putri raja tersebut tidak dapat bergerak dan berbicara lagi. Si Miskin menanya padanya, “Di manakah badanmu yang sakit?” Putri raja tidak menjawab sedikit pun. Lalu si Miskin menggosokkan daging babi yang dibaahnya, kesuluruhan badannya sampai pun kepada auratnya, samapi daging itu habis semuanya. Tidak lama kemudian maka secara berangsur-angsur anak itu mulai sadar dan bangun dari tempat tidurnya, lalu berteriaklah, “Wah, saya lapar sekali, segeralah kamu memasak! Saya ingin makan.” Mereka pun memasaknya dan memberinya makan. Maka sembuhlah Putri raja tersebut, dan Raja sangat gembira karena anaknya yang diduganya sudah akan mati telah sembuh.

Putri raja itu kian lama kian sembuh dan menjadi gemuk kembali. Maka perkawinan dilangsungkan. Sang Raja yang telah berjanji tadi segera mengawinkan si Miskin dengan putrinya yang tersayang dan tahta kerajaan diberinya pula kepadanya. Sedang pada saat itu Kapten kapal yang membuangnya belum juga tiba.

Sesaat kemudian Kapten kapal barulah tiba di negeri itu, di mana si Miskin sudah menjadi rajanya. Kapten itu menghadap kepada raja untuk menyampaikan maksudnya, ia melaporkan bahwa kedatangannya adalah untuk mengambil perlengkapan perkawinannya dengan seorang anak raja yang dicintainya di negeri yang dikunjunginya. Kapten itu tidak mengetahuinya sedikitpun bahwa raja yang dihadapinya itu sudah si Miskin yang dibuangnya di laut. Kapten itu pun bermaksud memanggil sang raja agar dapat menghadiri perkawinannya. Raja menyetujui permintaannya dan bersedia untuk hadir dan bertindak sebagai walinya.

Raja menyuruh mereka berangkat dahulu, dan raja nanti akan menyusul kemudian. Kapten kapal serta semua leuarganya berangkat, sedangkan raja baru akan membuat sebuah cincin emas yang diberinya permat dengan tujuh butir beras yang diberikan ibunya Sitti Maria pada waktu ia akan berangkat. Setelah selesai maka berangkatlah raja menuju negeri tempat Kapten kapal akan kawin, dengan mengendarai sebuah helikopter, dan mendarat di pinggir rumah ibunya pada waktu malam. Pada saat itu ia tiba dilihatnya di tempat perkawinan itu sudah ramai sekali. Pada saat Kapten kapal tiba diketahui bahwa si Miskin sudah tidak ada lagi, dan mereka mengira dia sudah mati dibuang oleh Kapten kapal tersebut. Perkawinan segera akan dilangsungkan, maka pergilah mereka memanggil sang raja yang datang untuk menghadiri Kapten kapal dengan puteri raja.

Datanglah raja dengan isterinya yang cantik itu. Mereka dipersilahkan duduk berdampingan. Pada saat itu putri raja (Sitti Maria) sudah sakit hati tak mau dikawinkan dengan kapten itu. Setelah raja duduk turunlah ibu Sitti Maria sambil memperhatikannya. Dilihatnya di tangannya ada sebuah cincin emas yang mempunyai permata tujuh butir beras. Ia mulai ragu dan mengira bahwa raja yang hadir itu adalah si Miskin yang pergi bersama Kapten kapal itu.

Lalu ia pergi memeriksa benang yang disimpannya. Ternyata warnanya masih tetap merah. Ibu Sitti Maria pergi memanggil Siti Maria untuk memeriksa raja itu, apakah ia adalah si Miskin atau bukan. Sitti Maria turun memeriksanya, dan diliahtnya pula cincinnya yang bermatakan ujuh buah butir beras, serta memperhatikan wajahnya, ia berkepastian bahwa raja itu adalah betul-betul si Miskin. Setelah ia tahu bahwa ia adalah si Miskin yang sangat dicintainya pergilah mandi dan mengenakan pakaiannya, kemudian ia turun kembali dan langsung ia duduk di pangkuan raja si Miskin tadi. Kemudian ia berkata, “Saya tidak mau kawin dengan Kapten itu, saya akan kawin dengan raja ini. Raja ini adalah si Miskin tunanganku dahulu yang telah lama kutunggu.” Meliaht kejadian itu Kapten kapal yang akan kawin tadi menjadi pusing, dan meninggalkan tempat itu, pergi ke kapalnya dan bunuh diri.

Akhirnya si Miskin yang telah jadi raja dan beristeri tadi dikawinkan pula dengan Sitti Maria. Dan mereka mulai saat itu mulai gembira karena antara Sitti Maria dan si Miskin dapat bertemu kembali sesuai dengan perjanjian kedua orang tua mereka. Sesudah kawin raja si Miskin bersama isterinya yang pertama dan yang kedua dan ibunya si Miskin sendiri kembali ke negeri tempat ia berkuasa.

Cerita ini dapat diambil dalam bentuk pdf yang ditulis dalam tiga bahasa.

Kekayaan kadang kala membuat orang tergiur untuk mendapatkannya. Segala upaya dilakukan, bahkan sampai tak sungkan menghalalkan berbagai cara. Dan begitu mendapatkan kekayaan yang dicari, tak sedikit yang lupa peduli apalagi berbagi. Justru yang ada ketimpangan sosial kian terjadi. Si kaya semakin kaya, sedangkan si miskin tak kunjung membaik.

Ironi ketimpangan sosial ini bahkan kerap kita temui, tapi sering kali kita tak sadar diri.

Rakyat kecil selalu menjadi korban akal-akalan pejabat hingga pengusaha korup

Pasti sudah nggak asing sih dengan fenomena macam ini. Yang semestinya menjadi hak rakyat, justru diambil oleh pejabat dan pengusaha korup. Karena mereka yang memegang kuasa untuk mengatur regulasi.